Baraya

Free Domain Name Site
Register FREE Domain
free counters

Kotamadya Bogor

Berita Ayeuna

Kabupaten Bogor

Wednesday, 23 June 2010

Bogor Kota Petir


Selama ini masyarakat mengenal kota Bogor dengan sebutan Kota Hujan. Namun siapa sangka Kota Bogor selain dijuluki sebagai Kota Hujan, ternyata mendapat julukan baru sebagai Kota Petir. Dalam sehari, kota itu mendapat sambaran petir hingga 322 kali yang normalnya hanya 80 kali, ini tercatat dalam Guinness Book of World Record.
Menurut pengamatan Kepala Stasiun Klimatologi BMKG Bogor Endang Suprapti, seringnya Bogor yang dijuluki Kota Hujan dihujani petir, karena daerah ini berada pada kelembaban udara yang ideal untuk terjadinya petir. Kelembaban udara rata-rata 85 persen dengan suhu rata-rata udara maksimum 32,7 derajat celsius yang mana suhu udara harian adalah 25,5 derajat celsius. Ini berpotensi menimbulkan berkumpulnya awan cumulonimbus (cb). Dengan suhu udara sebesar 32,7 derajat celsius, radiasi matahari yang memanasi permukaan bumi menimbulkan gerakan massa udara vertikal yang memisahkan muatan listrik negatif dan positif di dalam awan cb sehingga menyebabkan timbulnya suara petir.

Sementara itu Dr Istiqlal Amin dari Balai Agroklimat dan Hidrologi Bogor menambahkan, penyebab lain tingginya frekuensi petir di wilayah Bogor adalah keberadaan Gunung Salak dan Pangrango. Kedua gunung tersebut mengalihkan awan yang menuju Bogor ke ketinggian yang potensial menimbulkan petir. Saat mencapai ketinggian potensial ini, di dalamnya kemudian terjadi pemisahan listrik negatif dan positif.

Menurut BMKG Kota Bogor, frekuensi petir yang melanda kota ini tergolong luar biasa. Dari tahun 1991 sampai 2008, rata-rata petir terjadi 215 hari per tahun. Lebih besar dibanding Brasil, Amerika Serikat, dan Afrika Selatan, masing-masing 140, 100, 60 hari per tahun. Dengan catatan tersebut, dua pertiga dari total hari dalam setahun, kota Bogor dihujani petir. Dari 2004 hingga 2008, petir tertinggi dalam satu bulan sebanyak 13.056 kali pada bulan April 2007 dan 10.363 kali pada bulan November 2006. Dalam sehari misalnya puncak frekuensi tertinggi dalam sehari, petir terjadi pada 6 April 2007 dan 17 November 2006 masing-masing dengan jumlah 1.555 kali dan 1.151 kali dalam sehari.

Masih belum lepas dari ingatan kita, Jemadi (40) dan Sumini (42) warga Jakarta Barat meninggal akibat sengatan listrik bertegangan tinggi yang disebabkan oleh petir saat berada di Kebun Raya Bogor. Dan akibat serangan petir pula, pada 2004 sepasang kekasih ditemukan tewas, yang diduga diakibatkan petir menyambar ranting pohon besar lalu jatuh menimpa pasangan yang berada di bawah pohon hingga tewas.

Menurut para ilmuwan, petir terjadi akibat perbedaan kandungan ion positif yang ada di awan dengan ion negatif yang ada di dalam bumi. Ketika hujan akan turun biasanya diawali awan tebal yang mengandung banyak uap air. Di dalamnya banyak sekali pasangan ion positif dan ion negatif. Sehingga melalui proses kimia dalam awan tebal, ion positif yang dihasilkan melebihi ion negatifnya, maka ion positif tersebut mencari ion negatif yang ada di bumi.

Perpindahan ion positif dari angkasa ini, menyebabkan terjadinya loncatan ion positif ke bumi dan disebut kilatan petir. Menurut Dr Karel kecepatannya bisa mencapai 300 kali lipat dari kecepatan peluru senapan. Berdasarkan perhitungan para ilmuwan, ketika tengah terjadi pergolakan udara pada atmosfir, dalam setiap detik kilatan petir akan terjadi ratusan kali tabrakan listrik yang mengenai bumi dan molekul-molekul serta atom-atom udara yang terbentuk oleh peristiwa ini akan mengirim bahan-bahan penguat untuk tumbuhan.

Melihat besarnya ancaman kerusakan yang ditimbulkan petir tesebut, Pemerintah Kota/Kabupaten Bogor, mengeluarkan Perda No 7/2006, agar bangunan gedung mensyaratkan pemasangan penangkal petir bagi yang melebihi ketinggian tertentu. Namun, karena mahalnya pemasangan penangkal anti petir ini, hal itu belum dapat dilakukan. Satu unit penangkal petir untuk mengamankan wilayah radius 1,5 kilometer membutuhkan biaya Rp 70 juta. Dengan luas wilayah Kota Bogor yang mencapai 119 km2 menghabiskan biaya Rp 5,5 miliar.

Melihat frekuensi petir yang sering terjadi, Dr Istiqlal Amin mengatakan, di samping pemerintah mencari solusi yang diakibatkan petir, pemerintah kota setempat mencari pemanfaatan potensi dari energi petir. Energi listrik yang dihasilkan oleh petir bisa mencapai daya yang dihasilkan dari semua pembangkit yang ada di Amerika Serikat.

Sedangkan suhu yang dihasilkan bisa mencapai 10.000 derajat Celcius. Bila dibandingkan dengan suhu peleburan di dapur tanur tinggi antara 1.050 dan 1.100 derajat celcius, berarti suhu yang dihasilkan petir 10 kali lipatnya. Dan bila dibandingkan dengan suhu permukaan matahari 700.000 derajat Celcius, berarti suhu petir adalah 1/70 dari suhu permukaan matahari. Begitu juga dengan cahaya yang dihasilkan petir bisa lebih terang dari cahaya 10 juta bola lampu pijar berdaya 100 watt.

Melihat letak geografis yang berada di daerah khatulistiwa dengan iklim tropis yang memiliki kelembaban dan suhu yang cukup, Indonesia sangat berpotensi menjaring banyak petir. Oleh sebab itu, ada baiknya pemerintah mendorong para ilmuwan untuk melakukan penelitian lebih lanjut, siapa tahu bisa dijadikan sebagai sumber energi pembangkit listrik.

No comments:
Write comments

Interested for our works and services?
Get more of our update !