Baraya

Free Domain Name Site
Register FREE Domain
free counters

Kotamadya Bogor

Berita Ayeuna

Kabupaten Bogor

Saturday 22 May 2010

Kampoeng Bogor



Ketikan awalKetikan Berikutnya

Saturday 15 May 2010

Instana Bogor


Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia mungkin belum pernah melihat dari dekat keberadaan Istana Presiden Bogor. Wisata cuma-cuma, gratis, merakyat bisa jadi obat di saat kondisi ekonomi bergerak lambat. Karena sejak akhir Mei 2008, Istana Kepresidenan membuka pintu lebar-lebar bagi rakyatnya yang ingin berwisata tanpa ditarik bayaran. Meski buka hanya weekend, tapi sambutan rakyat sangat hangat. Istana Kepresidenan kini jadi Istana Rakyat, pada Sabtu dan Minggu.

Dalam catatan, pintu Istana pernah dibuka pertama kali oleh Presiden KH Abdurahman Wahid alias Gus Dur. Namun kembali dilarang setelah pergantian presiden baru. Padahal, di negara lain, Istana seperti Gedung Buckingham Palace, memiliki program tur Istana dengan konsep yang jelas, terjadwal, dan kemudahan birokrasi.

Kini rakyat Indonesia kembali bersyukur. Istana kembali dibuka untuk wisatawan, untuk rakyat, untuk bangsa. Meski hanya dibuka setiap akhir pekan, mulai pukul 09.00 sampai 16.00 WIB, namun antusias masyarakat untuk nongol harus diacungi jempol.

Wisatawan langsung masuk ke Gedung Sekretaris Negara (Sekneg), menuju tenda panitia yang menyambut ramah untuk didata identitasnya. Usai nunggu giliran pemberangkatan di ruang tunggu, wisatawan bisa mampir ke toko cinderamata yang menjual souvenir seperti kaos, gantungan kunci, topi, korek api, stiker, pulpen, jam, arloji, tremos, cangkir, payung yang semuanya berlogo Istana.

Setelah ada panggilan, setiap rombongan akan diangkut bus berkapasitas 20 hingga 25 orang dengan seorang pemandu wanita. Bus melaju ke dalam lingkungan Sekneg dan berhenti di gedung Serba Guna, yang disulap menjadi bioskop. Di dalam gedung diputar video sejarah Istana Merdeka, yang dibangun tahun 1873, masa pemerintahan Gubernur Jendral Louden dan selesai tahun 1879 pada masa pemerintahan Gubernur Jendral Johan Willem van Landsbarge.

Bangunan bergaya arsitektur Yunani Kuno, berdiri di atas tanah seluas 2.400 meter persegi, dirancang arsitek Drossares. Dulu, istana ini dikenal sebagai Istana Gambir. kemudian diganti menjadi Istana Merdeka.

Tangga depan istana dijaga dua petugas Paspampres, yang berpakaian Merah Putih sambil tangannya memegang senjata. Mereka berdiri di trap paling atas dengan wajah menatap arah Monas. Tangga itu terbuat dari batu mamer yang jumlahnya 16 dan panjang 21 meter. Di tangga depan Istana Merdeka, biasanya digunakan para menteri untuk potret bersama dengan presiden, setelah dilantik jadi menteri.

Setelah menapaki tangga, di pintu masuk sebelah barat pasti disambut patung perunggu hulubalang membawa kotak. Sebuah pemandangan menakjubkan ketika kaki melangkah ke dalam Istana pasti disambut dua lampu kristal besar seberat 500 Kg asal Cekoslovakia, yang mengelantung di tengah ruangan.

Juga ada sepasang gading gajah warna putih bersih, yang ada sejak 1949. Juga, puluhan beragam benda-benda koleksi peninggalan Presiden pertama Bung Karno. Ada piring hias porselin. Bahkan jambangan porselin dari Dinasti Meiji Jepang juga buatan China pada abad XIX. Ada lagi patung perunggu penunggang kuda dari Hongaria. Ada vas bunga dari Korea Utara. Juga ada lukisan Pangeran Diponegoro karya Basoeki Abdullah yang dibuat 1949, lukisan ‘Penangkapan Diponegoro’ oleh pelukis Raden Saleh (1857), dan masih banyak lagi koleksi sejarah yang tetap terpelihara.

Sehari-hari keberadaan Istana Merdeka diperuntukkan acara formal kenegaraan seperti tempat peringatan hari Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus. Juga pagelaran Parade Senja, jamuan makan bagi tamu penting lainnya. “Selain itu, Istana Merdeka untuk upacara penyambutan tamu negara, penyerahan surat-surat kepercayaan Duta Besar negara-negara sahabat,” ucap Fitria, pemandu wisata.

Puas berada di dalam Istana Merdeka, selanjutnya diajak melintasi taman di belakang Istana Merdeka, yang nampak bersih, terawat dan indah. Mengingat, dihiasi patung-patung kecil yang jumlahnya puluhan dengan berbagai model. Termasuk sebuah patung petapa tua berusia 300 tahun terbuat dari kayu dan tak dimakan rayap.

Di pinggir taman, ada Gazebo atau di zaman Belanda disebut “Kupal” tempat pemain musik pada pesta kebun. Di era Soekarno, Kupal dipakai tempat belajar atau home schooling bagi anak-anak Presiden, termasuk mantan Presiden Megawati Soekarnoputri. Era Susilo Bambang Yudhoyono, Gazebo digunakan untuk pertemuan informal.

Saat berjalan melawati taman yang indah, nampak Kantor Kepresidenan, bagian belakang Istana Negara juga wisma negara. Istana Negara kini menjadi tempat Presiden dan Ibu Ani tinggal. Sejarah Istana Negara yang dibangun tahun 1796, semula untuk kediaman pribadi seorang warga negara Belanda J.A van Braam.

Sehari-hari, Istana Negara berfungsi sebagai pusat kegiatan pemerintahan negara, diantaranya menjadi tempat penyelenggaraan acara-acara yang bersifat kenegaraan, seperti pelantikan pejabat-pejabat tinggi negara, pembukaan musyawarah, dan rapat kerja nasional, pembukaan kongres bersifat nasional dan internasioal, dan tempat jamuan kenegaraan.

Sejak masa pemerintahan Belanda dan Jepang sampai masa pemerintahan Republik Indonesia, sudah lebih kurang 20 kepala pemerintahan dan kepala negara yang menggunakan Istana Negara sebagai kediaman resmi dan pusat kegiatan pemerintahan Negara.

Dari wisata kepresidenan, memang hanya Istana Negara yang tertutup bagi kunjungan wisatawan. Karena Istana Negara menjadi tempat tinggal Presiden. Dari enam presiden yang memimpin Negara ini, hanya tiga presiden yang mendiami Istana, yakni Presiden Sukarno, Presiden Abdurrahman Wahid dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Inilah rumah rakyat, rumah bangsa yang kini menjadi tujuan wisata. Selamat Datang rakyat Indonesia di Istana Rakyat.

Tips Berwisata di Istana Merdeka

Pengunjung harus membawa kartu identitas asli (KTP Kartu Pelajar/Mahasiswa, Paspor, atau ID), berpakaian rapi (tidak memakai jeans, celana pendek, kaos oblong dan sandal, kecuali anak dibawah 12 tahun dan berseragam sekolah), berperilaku sopan dan menghargai lingkungan Istana Kepresidenan sebagai tempat tinggal Presiden dan keluarganya, serta tempat kerja Presiden sehari-hari.

Pengunjung harus mematuhi semua peraturan yang ditetapkan oleh Istana Kepresidenan seperti tidak membawa senjata api, senjata tajam, bahan peledak dan benda-benda lain yang membahayakan. Tidak membawa tas, makanan, minuman di dalam lingkungan Istana Kepresidenan, tidak merokok di dalam lingkungan Istana, tidak mengaktifkan & menggunakan handphone selama berada dalam lingkungan Istana, tidak menggunakan kamera di dalam lingkungan Istana, kecuali oleh fotografer resmi Istana, fotografer Istana telah disediakan termasuk pemrosesannya, tidak melakukan aktivitas politik dalam bentuk apapun selama mengikuti tur, tidak melakukan orasi atau demonstrasi, menggelar poster atau spanduk, atau penyebaran pamplet selama melakukan tur, tidak menggunakan busana atau atribut dengan tulisan, atau gambar, atau simbol, atau bentuk yang patut diduga, dan tidak membuat keributan, kegaduhan, keonaran di dalam lingkungan Istana.(*bbs/travel club/z)

Friday 14 May 2010

Tempat-tempat menarik dan pariwisata


Beberapa tempat menarik di Kota Bogor, di antaranya adalah:
[sunting] Wisata dan rekreasi

* Kebun Raya Bogor
Sebuah kebun penelitian besar yang terletak di Kota Bogor, Indonesia. Luasnya mencapai 80 hektar dan memiliki 15.000 jenis koleksi pohon dan tumbuhan. Saat ini Kebun Raya Bogor ramai dikunjungi sebagai tempat wisata, terutama hari Sabtu dan Minggu. Di sekitar Kebun Raya Bogor tersebar pusat-pusat keilmuan yaitu Herbarium Bogoriense, Museum Zoologi, dan IPB.


* Istana Bogor
Merupakan salah satu dari enam Istana Presiden Republik Indonesia yang mempunyai keunikan tersendiri. Keunikan ini dikarenakan aspek historis, kebudayaan, dan fauna yang menonjol. Salah satunya adalah adanya rusa-rusa yang indah yang didatangkan langsung dari Nepal dan tetap terjaga dari dulu sampai sekarang.
* Prasasti Batu tulis
Merupakan prassati peniggalan jaman Kerajaan Padjadjaran yang ditulis dalam bahasa Jawa kuno yang isinya menyebutkan Raja Pakuan Padjadjaran yang bernama Prabu Purana dinobatkan kembali dengan nama Sri Paduka Maharaja Ratu Haji dalam tahun yang tidak jelas karena ada huruf yang kosong, sehingga ada berbagai macam penafsuran Prasasti ini disimpan di tepi jalan raya Batutulis, Bogor, sekitar 2 km dari pusat kota.
* CICO-Cimahpar Integrated Conservation Offices
Merupakan kawasan pendidikan dan konservasi dengan pendekatan kepada alam, terletak di Kelurahan Cimahpar, Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor. Kawasan ini memiliki beberapa fasilitas pendukung seperti gedung perkantoran, wisma, asrama (dormitory), serta kebun buah, sayur dan tanaman obat. Tempat ini dilengkapi dengan fasilitas panjat tebing, kegiatan luar, dan area outbond. Kawasan ini didedikasikan untuk kepentingan konservasi.
* Dramaga
Terletak di bagian barat dari kota, tepatnya sekitar 12 Km dari pusat Kota Bogor. Wilayah Dramaga merupakan sentra pruduksi manisan basah dan kering, baik itu dari buah-buahan (pala, mangga, jambu batu, kemang, pepaya, kweni, salak, kedondong, atau caruluk) maupun dari bahan sayuran (wortel, labu siam, pare, lobak, bligo, serta ubi jalar).
* Plaza Kapten Muslihat (Taman Topi)
Didalam Plaza Kapten Muslihat terdapat sebuah taman yang diberi nama Taman Ade Irma Suryani, sebelumnya taman ini memiliki nama Taman Kebon Kembang tempat orang berwisata, namun pada tahun 1980-an taman ini berubah fungsi menjadi terminal angkutan kota karena letaknya yang strategis di muka Stasiun Bogor. Terminal tersebut kemudian direnovasi menjadi Plaza Kapten Muslihat yang mengusung konsep Bangunan berbentuk Topi, sehingga masyarakat pun menyebutnya dengan Taman Topi. Pada saat itu Plaza Kapten Muslihat merupakan salah satu alternatif tempat berwisata sebelum ledakan mal dan plaza melanda Bogor. Taman topi dilengkapi berbagai wahana permainan namun pada sejak tahun 1994 sampai saat ini (tahun 2007) tempat ini menjadi tidak terawat baik karena dikepung oleh pedagang kaki lima dan angkutan kota. Didalamnya juga terdapat pula Pusat Informasi Kepariwisataan atau Tourist Information Centre.
* Taman Kencana
Adalah sebuah taman kecil yang digunakan untuk tempat rekreasi anak-anak kecil, kaum muda maupun orang tua yang melepas lelah setelah capai berjalan-jalan di lapangan Sempur ataupun Kebun Raya. Taman ini ramai pada hari minggu saat para orang tua dan anak-anak sedang libur. Dahulu di tengah Taman Kencana terdapat sebuah batu prasasti buatan yang berbentuk elips dan berukuran ±2×2×2 meter. pada batu ini terdapat sebuah tulisan dalam bahasa Indonesia tapi diukir menyerupai tulisan Sansekerta. hingga pada akhirnya batu tersebut diangkat kira-kira antara tahun 2000 sampai 2005.
* Lapangan Sempur
Lapangan yang dahulu merupakan lahan kosong yang dipergunakan sebagai lapangan upacara untuk memperingati HUT Republik Indonesia setiap tanggal 17 Agustus ini, sekarang sudah dikelola oleh Dinas Pemakaman dan Pertamanan Kota Bogor. Lapangan ini sekarang dijadikan sebagai tempat olah raga dan lapangan multifungsi. Di lapangan ini terdapat wall-climb, lapangan basket, lapangan utama untuk bermain bola dan soft/baseball, run-track, lapangan voli beralaskan pasir pantai, area untuk senam. Pada hari minggu tempat ini akan menjadi pasar dadakan, banyak pedagang makanan ataupun alat-alat yang menggelar dagangannya disini setiap hari minggu. Lapangan ini kerap digunakan untuk berbagai even musik.
* Rancamaya
* Puncak
Kawasan wisata perbukitan yang terletak disebelah timur kota Bogor, dikelilingi oleh Gunung Gede dan Gunung Pangrango.
* Situ Gede atau Setu Gede
Danau kecil di barat laut kota Bogor, di tepi hutan penelitian Darmaga.
* Kampung Jawa
* Gunung Bunder
* Gunung Pancar
* Gunung Gede
* Gunung Salak
* Situ Gede

[sunting] Kolam renang

* The Jungle Water Park
Merupakan gelanggang renang terbesar di kota Bogor. Letaknya di sekitar Bogor Nirwana Residence. Di The Jungle Water park terdapat sebuah pusat perbelanjaan yaitu The Jungle Mall. Fasilitas di sana adalah waterboom dengan panjang kurang lebih 30-40 m. Selain itu juga terdapat ember raksasa goyang, seluncur dengan ketinggian kurang lebih 15-20 m, rumah hantu, turangga-rangga, bioskop The Jungle (bioskop 4 dimensi).
* Marcopolo

[sunting] Stasiun kereta dan bis

* Stasiun Bogor
Merupakan stasiun utama kota Bogor yang merupakan warisan dari zaman Belanda. Dahulu sekitar tahun 1960-an stasiun ini melayani keberangkatan ke Yogyakarta melalui Sukabumi dan Bandung.
* Baranang Siang

[sunting] Tempat ibadah

* Mesjid Raya Bogor
* Gereja Katedhral
* Klenteng Hok Tek Bio
* Mesjid Agung Bogor

[sunting] Museum dan perpustakaan

* Museum Etnobotani
Museum Etnobotani diresmikan pada tahun 1982 oleh Prof. DR. BJ. Habibie. Didalamnya terdapat 2.000 artefak etnobotani dan berbagai diorama pemanfaatan flora.
* Museum Zoologi
Museum Zoologi didirikan pada tahun 1894 dengan nama Museum Zoologicum Bogoriensis.
* Herbarium Bogoriense
Terletak di Jalan Ir. H. Juanda, di sebelah Barat Kebun Raya Bogor. Di dalamnya tersimpan dan dipamerkan berbagai jenis daun dan buah yang telah dikeringkan, berasal dari berbagai daerah di Indonesia dan luar negeri.
* Museum Tanah
Museum Tanah didirikan pada tanggal 29 September 1988. Museum ini merupakan tempat penyimpanan jenis contoh tanah yang terdapat di Indonesia yang disajikan dalam ukuran Kecil berupa makromonolit.
* Museum Pembela Tanah Air (PETA)
Didirikan pada tahun 1996 oleh Yayasan Perjuangan Yanah Air, dan diresmikan oleh H. M. Soeharto (Presiden RI ke II).Didalamnya memuat 14 Diorama sebagai salah satu bentuk perwujudan dalam perjalanan proses pergerakan kebangsaan terjadi ketika pada tanggal 3 Oktober 1943 bertempat dibekas Kesatriaan tentara KNIL / Belanda, Pabaton
* Museum Perjuangan
* Perpustakaan Bogor.
Didirikan pada tahun 1842 di dalam lingkungan Kebun Raya Bogor oleh ahli botani Belanda, Dr. J. Pierot. Koleksinya sekitar 300.000 jilid buku, 2.000 judul majalah ilmiah dan lebih dari 100.000 barang cetakan lainnya. Koleksinya meliputi buku-buku ilmu pengetahuan alam murni dan praktis, dengan mengutamakan biologi, yang diperoleh dari hasil pertukaran dengan lembaga-lembaga ilmiah dan ahli-ahli botani dan biologi di seluruh dunia. Koleksi perpustakaan ini paling baik dan lengkap di Asia Tenggara.

[sunting] Pertokoan

* Mall Jambu Dua
* Ekalokasari
* Bogor Trade Mall
* Botani Square
* Taman Topi Square
* Orchard Walk Arcade

[sunting] Kota kembar

* St. Louis, Amerika Serikat
* Shenzhen, Republik Rakyat Cina
* Gödöllő, Hongaria

[sunting] Lihat pula

* Jabodetabek-cirangkarta

SAJARAHNA


Abad kelima
Bogor ditilik dari sejarahnya adalah tempat berdirinya kerajaan pertama yang dikenal di Indonesia - Kerajaan Hindu Tarumanagara di abad kelima. Beberapa kerajaan lainnya lalu memilih untuk bermukim di tempat yang sama dikarenakan daerah pegunungannya yang secara alamiah membuat lokasi ini mudah untuk bertahan terhadap ancaman serangan, dan disaat yang sama adalah daerah yang subur serta memiliki akses yang mudah pada sentra-sentra perdagangan saat itu. Namun hingga kini, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh beberapa erkeolog ternam seperti Prof. Uka Tjandrasasmita, keberadaan tepat dan situs penting yang menyatakan eksistensi kerajaan tersebut, hingga kini masih belum ditemukan bukti otentiknya.

Kerajaan Pajajaran

Di antara prasasti-prasasti yang ditemukan di Bogor tentang kerajaan-kerajaan yang silam, salah satu prasasti tahun 1533, menceritakan kekuasaan Raja Prabu Surawisesa dari Kerajaan Pajajaran, salah satu kerajaan yang paling berpengaruh di pulau Jawa. Prasasti ini dipercayai memiliki kekuatan gaib, keramat dan dilestarikan hingga sekarang.

Pakwan yang merupakan ibu kota pemerintahan Kerajaan Pajajaran diyakini terletak di Kota Bogor, dan menjadi pusat pemerintahan Prabu Siliwangi (Sri Baduga Maharaja Ratu Haji I Pakuan Pajajaran) yang dinobatkan pada 3 Juni 1482. Hari penobatannya ini diresmikan sebagai hari jadi Bogor pada tahun 1973 oleh DPRD Kabupaten dan Kota Bogor, dan diperingati setiap tahunnya hingga saat ini.[1]
[sunting] Zaman Kolonial Belanda

Setelah penyerbuan tentara Banten, catatan mengenai Kota Pakuan hilang, dan baru ditemukan kembali oleh ekspedisi Belanda yang dipimpin oleh Scipio dan Riebeck pada tahun 1687. Mereka melakukan penelitian atas Prasasti Batutulis dan beberapa situs lainnya, dan menyimpulkan bahwa pusat pemerintahan Kerajaan Pajajaran terletak di Kota Bogor.

Pada tahun 1745, Gubernur Jenderal Gustaaf Willem baron van Imhoff membangun Istana Bogor seiring dengan pembangunan Jalan Raya Daendels yang menghubungkan Batavia dengan Bogor. Bogor direncanakan sebagai sebagai daerah pertanian dan tempat peristirahatan bagi Gubernur Jenderal. Dengan pembangunan-pembangunan ini, wilayah Bogor pun mulai berkembang.

Setahun kemudian, van Imhoff menggabungkan sembilan distrik (Cisarua, Pondok Gede, Ciawi, Ciomas, Cijeruk, Sindang Barang, Balubur, Dramaga dan Kampung Baru) ke dalam satu pemerintahan yang disebut Regentschap Kampung Baru Buitenzorg. Di kawasan itu van Imhoff kemudian membangun sebuah Istana Gubernur Jenderal. Dalam perkembangan berikutnya, nama Buitenzorg dipakai untuk menunjuk wilayah Puncak, Telaga Warna, Megamendung, Ciliwung, Muara Cihideung, hingga puncak Gunung Salak, dan puncak Gunung Gede.
[sunting] Kebun Raya Bogor
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kebun Raya Bogor

Ketika VOC bangkrut pada awal abad kesembilan belas, wilayah nusantara dikuasai oleh Inggris di bawah kepemimpinan Gubernur Jendral Thomas Rafless yang merenovasi Istana Bogor dan membangun tanah di sekitarnya menjadi Kebun Raya (Botanical Garden). Di bawah Rafles, Bogor juga ditata menjadi tempat peristirahatan yang dikenal dengan nama Buitenzorg yang diambil dari nama salah satu spesies palem.
[sunting] Hindia Belanda

Setelah pemerintahan kembali kepada pemerintah Belanda pada tahun 1903, terbit Undang-Undang Desentralisasi yang menggantikan sistem pemerintahan tradisional dengan sistem administrasi pemerintahan modern, yang menghasilkan Gemeente Buitenzorg.

Pada tahun 1925, dibentuk provinsi Jawa Barat (provincie West Java) yang terdiri dari 5 karesidenan, 18 kabupaten dan kotapraja (stadsgemeente). Buitenzorg menjadi salah satu stadsgemeente.
[sunting] Zaman Jepang

Pada masa pendudukan Jepang pada tahun 1942, pemerintahan Kota Bogor menjadi lemah setelah pemerintahan dipusatkan pada tingkat karesidenan.
[sunting] Pasca kemerdekaan

Pada tahun 1950, Buitenzorg menjadi Kota Besar Bogor yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 16 tahun 1950[2].

Pada tahun 1957, nama pemerintahan diubah menjadi Kota Praja Bogor, sesuai Undang-Undang nomor 1 tahun 1957[3].

Kota Praja Bogor berubah menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor, dengan Undang-Undang nomor 18 tahun 1965[4] dan Undang-Undang nomor 5 tahun 1974[5].

Kotamadya Bogor berubah menjadi Kota Bogor pada tahun 1999 dengan berlakunya Undang-Undang nomor 22tahun 1999[6].

Kota Bogor


Kota Bogor adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota ini terletak 54 km sebelah selatan Jakarta, dan wilayahnya berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor. Luasnya 21,56 km², dan jumlah penduduknya 834.000 jiwa (2003). Bogor dikenal dengan julukan kota hujan, karena memiliki curah hujan yang sangat tinggi. Kota Bogor terdiri atas 6 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah 68 kelurahan. Pada masa kolonial Belanda, Bogor dikenal dengan nama Buitenzorg (pengucapan: boit'n-zôrkh", bœit'-) yang berarti "tanpa kecemasan" atau "aman tenteram".

Hari jadi Kabupaten Bogor dan Kota Bogor diperingati setiap tanggal 3 Juni, karena tanggal 3 Juni 1482 merupakan hari penobatan Prabu Siliwangi sebagai raja dari Kerajaan Pajajaran.

Bogor (berarti "enau") telah lama dikenal dijadikan pusat pendidikan dan penelitian pertanian nasional. Di sinilah berbagai lembaga dan balai-balai penelitian pertanian dan biologi berdiri sejak abad ke-19. Salah satunya yaitu, Institut Pertanian Bogor, berdiri sejak awal abad ke-20.
Letak

Kota Bogor terletak di antara 106°43’30”BT - 106°51’00”BT dan 30’30”LS – 6°41’00”LS serta mempunyai ketinggian rata-rata minimal 190 meter, maksimal 350 meter dengan jarak dari ibu kota kurang lebih 60 km.

Kota Bogor mempunyai luas wilayah 118,5 km² dan mengalir beberapa sungai yang permukaan airnya jauh di bawah permukaan dataran, yaitu: Ci (Sungai) Liwung, Ci Sadane, Ci Pakancilan, Ci Depit, Ci Parigi, dan Ci Balok. Topografi yang demikian menjadikan Kota Bogor relatif aman dari bahaya banjir alami.
[sunting] Batas Wilayah

Kota Bogor berbatasan dengan kecamatan-kecamatan dari Kabupaten Bogor sebagai berikut:
Utara Sukaraja, Bojonggede, dan Kemang
Timur Sukaraja dan Ciawi
Selatan Cijeruk dan Caringin
Barat Kemang dan Dramaga
[sunting] Iklim, topografi, dan geografi

Kota Bogor terletak pada ketinggian 190 sampai 330m dari permukaan laut. Udaranya relatif sejuk dengan suhu udara rata-rata setiap bulannya adalah 26 °C dan kelembaban udaranya kurang lebih 70%. Suhu rata-rata terendah di Bogor adalah 21,8 °C, paling sering terjadi pada Bulan Desember dan Januari. Arah mata angin dipengaruhi oleh angin muson. Bulan Mei sampai Maret dipengaruhi angin muson barat.

Kemiringan Kota Bogor berkisar antara 0–15% dan sebagian kecil daerahnya mempunyai kemiringan antara 15–30%. Jenis tanah hampir di seluruh wilayah adalah latosol coklat kemerahan dengan kedalaman efektif tanah lebih dari 90 cm dan tekstur tanah yang halus serta bersifat agak peka terhadap erosi. Bogor terletak pada kaki Gunung Salak dan Gunung Gede sehingga sangat kaya akan hujan orografi. Angin laut dari Laut Jawa yang membawa banyak uap air masuk ke pedalaman dan naik secara mendadak di wilayah Bogor sehingga uap air langsung terkondensasi dan menjadi hujan. Hampir setiap hari turun hujan di kota ini dalam setahun (70%) sehingga dijuluki "Kota Hujan". Keunikan iklim lokal ini dimanfaatkan oleh para perencana kolonial Belanda dengan menjadikan Bogor sebagai pusat penelitian botani dan pertanian, yang diteruskan hingga sekarang.

Kedudukan geografi Kota Bogor di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor serta lokasinya yang dekat dengan ibukota negara, Jakarta, membuatnya strategis dalam perkembangan dan pertumbuhan kegiatan ekonomi. Kebun Raya dan Istana Bogor merupakan tujuan wisata yang menarik. Kedudukan Bogor di antara jalur tujuan Puncak/Cianjur juga merupakan potensi strategis bagi pertumbuhan ekonomi.

Monday 10 May 2010

SimKuring

Alhamdulillah dugi ka danget ieu sim kuring aya dina ginanjar kawilujengan, Insya Allah sadayana di pengumbaraan dunia maya nu di saluruh dunya oge dikhususkeun kangge masyarakat muslim nu di Palestina sing aya dina karidhoan Allah SWT. CEEP DULUR ANJEUN AYA DINA COBIAN GUSTI ALLAH…. Sing Sabar.

Langkung tipayun nyuhunkeun dihapunten bilih dina ieu profile kirang merenah, maklum sim kuring teu gaduh pangalaman elmu nu luhur, ngan saukur hayang numpang ngetop ngagaduhan ieu BLOG teh, bari saeutik saeutik belajar sapedos teu gaptek teuing. Sangkan urang ayeunamah mun teu nyaho teknologi , di jaman kiwari bakal teu kapake kahareupna. Kitu ceunah, ceuk aingg kitu oge hehhhe. Tah kumargi kitu ieu profile teu kedah diaos ayeuna-ayeuna, keun engke we upami tos padamelan nyantai, janten teu langkung bade diaos mangga henteu oge maenya……
Kaping 10 dinteun Jumat sasih Oktober tauun 1969 di Bogor sim kuring dibabarkeun ka dunya (ku Ibu Hj. Emmy Kaswati Bapak H. Abdurahman Ishak). Budak lalaki, lucu, kasep nomor hiji pikeun kaluarga H. Abdurahman. CS. Di paparinan ngaran Dharma Eka Adji. Dina raratan kahirupan teh budak di asuh ku karesep, ka sayang jeung ku ka cinta ku Ibu jeung Bpk.

Dina lalampahan simkuring di ieu dunya anu fana teh, Alhamdullillah simkuring dipaparin bojo ku Gusti Allah SWT nu Maha Agung ka mantan popotongan simkuring nyaeta Wahyuni Rachmayani. (asli teu make panglayan atanapi dukun). Dihijikeun kange rumah tangga ku Gusti Allah SWT kaping 10 April 2001 dina yuswa simkuring 33 tauun.

Salawas ti kitu di lalampahan simkuring rumah tangga teh di Paparin deui Harta nu sakitu gedena jeung teu aya duana ku Gusti Allah SWT nyaeta ku 2 anak lalaki anu kasep, lucu, jeung deui ganteng Riza Averille Adji ( Bintang) sareung Rifat Alghifari Adji (Al).

Salawas ti eta simkuring oge kagungan hoby ngomprek2 komputer, sareung elmu petualangan di alam bebas tea, sangkan sim kuring oge kungsi kursus atanapi pendidikan tentang alam bebas sapertos Konsevasi KIH, Pendidikan manjat Skygers, Pendidikan Manjat Esta, Basarnas, Klub KMPA di kampus Manunggal Bhawana Jeung sajabana.

Sakitu telangkung riwayat simkuring, dupi bilih aya kalepatan engke ku simkuring pasti di update deui . Nuhun Sateuacanna ka kaluarga tercinta : Bintang Riza, Mamih , Saderek2, rerencangan2, mantan popotongan,
Sohib jeung nu sejenna. Nuhun.

EECH Sakali ...... deui bilih aya peryogi ka simkuring tiasa ngahubungi di 0251-9166969

Kontak

Bilih aya patarosan-patarosan :
Menulis Pesan dibawah ini pada saya




Your Name
Your Email Address
Subject
Message
Image Verification
captcha
Please enter the text from the image:
[ Refresh Image ] [ What's This? ]

Bogor

Kerajaan Tarumanagara

Tarumanagara atau Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah pulau Jawa bagian barat pada abad ke-4 hingga abad ke-7 M, yang merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang diketahui. Dalam catatan, kerajaan Tarumanagara adalah kerajaan Hindu beraliran Wisnu.Daftar isi [sembunyikan]

1 Sejarah
1.1 Prasasti
1.1.1 Prasasti Pasir Muara
1.1.2 Prasasti Ciaruteun
1.1.3 Prasasti Telapak Gajah
1.1.4 Prasasti lain
1.2 Naskah Wangsakerta
1.2.1 Raja-raja Tarumanagara menurut Naskah Wangsakerta

Sejarah
Bila menilik catatan prasasti, tidak ada penjelasan yang pasti siapa yang mendirikan pertama kal kerajaan Taruma. Raja yang berkuasa adalah Purnawarman. Pada tahun 417 ia memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km). Selesai penggalian, sang prabu mengadakan selamatan dengan menyedekahkan 1.000 ekor sapi kepada kaum brahmana.

Prasasti
Prasasti Kebon Kopi,
dibuat sekitar 400 M (H Kern 1917), ditemukan di perkebunan kopi milik Jonathan Rig, Ciampea, Bogor
Prasasti Tugu,
ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, sekarang disimpan di museum di Jakarta. Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya.Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.

Prasasti Munjul atau Prasasti Cidanghiang, ditemukan di aliran Sungai Cidanghiang yang mengalir di Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten, berisi pujian kepada Raja Purnawarman.

Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor
Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor
Prasasti Jambu, Nanggung, Bogor
Prasasti Pasir Awi, Citeureup, Bogor
Lahan tempat prasasti itu ditemukan berbentuk bukit rendah berpermukaan datar dan diapit tiga batang sungai: Cisadane, Cianten dan Ciaruteun. Sampai abad ke-19, tempat itu masih dilaporkan dengan nama Pasir Muara. Dahulu termasuk bagian tanah swasta Ciampea. Sekarang termasuk wilayah Kecamatan Cibungbulang.

Kampung Muara tempat prasasti Ciaruteun dan Telapak Gajah ditemukan, dahulu merupakan sebuah "kota pelabuhan sungai" yang bandarnya terletak di tepi pertemuan Cisadane dengan Cianten. Sampai abad ke-19 jalur sungai itu masih digunakan untuk angkutan hasil perkebunan kopi. Sekarang masih digunakan oleh pedagang bambu untuk mengangkut barang dagangannya ke daerah hilir.

Prasasti pada zaman ini menggunakan aksara Sunda kuno, yang pada awalnya merupakan perkembangan dari aksara tipe Pallawa Lanjut, yang mengacu pada model aksara Kamboja dengan beberapa cirinya yang masih melekat. Pada zaman ini, aksara tersebut belum mencapai taraf modifikasi bentuk khasnya sebagaimana yang digunakan naskah-naskah (lontar) abad ke-16.

Prasasti Pasir Muara
Di Bogor, prasasti ditemukan di Pasir Muara, di tepi sawah, tidak jauh dari prasasti Telapak Gajah peninggalan Purnawarman. Prasasti itu kini tak berada ditempat asalnya. Dalam prasasti itu dituliskan :

ini sabdakalanda rakryan juru panga-mbat i kawihaji panyca pasagi marsa-n desa barpulihkan haji su-nda

Terjemahannya menurut Bosch:
Ini tanda ucapan Rakryan Juru Pengambat dalam tahun (Saka) kawihaji (8) panca (5) pasagi (4), pemerintahan begara dikembalikan kepada raja Sunda.

Karena angka tahunnya bercorak "sangkala" yang mengikuti ketentuan "angkanam vamato gatih" (angka dibaca dari kanan), maka prasasti tersebut dibuat dalam tahun 458 Saka atau 536 Masehi.

Prasasti Ciaruteun
Prasasti Ciaruteun ditemukan pada aliran Sungai Ciaruteun, seratus meter dari pertemuan sungai tersebut dengan Sungai Cisadane; namun pada tahun 1981 diangkat dan diletakkan di dalam cungkup. Prasasti ini peninggalan Purnawarman, beraksara Palawa, berbahasa Sansekerta. Isinya adalah puisi empat baris, yang berbunyi:

vikkrantasyavanipateh shrimatah purnavarmmanah tarumanagararendrasya vishnoriva padadvayam

Terjemahannya menurut Vogel:
Kedua (jejak) telapak kaki yang seperti (telapak kaki) Wisnu ini kepunyaan raja dunia yang gagah berani yang termashur Purnawarman penguasa Tarumanagara.

Selain itu, ada pula gambar sepasang "pandatala" (jejak kaki), yang menunjukkan tanda kekuasaan &mdash& fungsinya seperti "tanda tangan" pada zaman sekarang. Kehadiran prasasti Purnawarman di kampung itu menunjukkan bahwa daerah itu termasuk kawasan kekuasaannya. Menurut Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara parwa II, sarga 3, halaman 161, di antara bawahan Tarumanagara pada masa pemerintahan Purnawarman terdapat nama "Rajamandala" (raja daerah) Pasir Muhara.

Prasasti Telapak Gajah
Prasasti Telapak Gajah bergambar sepasang telapak kaki gajah yang diberi keterangan satu baris berbentuk puisi berbunyi:

jayavi s halasya tarumendrsaya hastinah airavatabhasya vibhatidam padadavayam

Terjemahannya:
Kedua jejak telapak kaki adalah jejak kaki gajah yang cemerlang seperti Airawata
kepunyaan penguasa Tarumanagara yang jaya dan berkuasa.

Menurut mitologi Hindu, Airawata adalah nama gajah tunggangan Batara Indra dewa perang dan penguawa Guntur. Menurut Pustaka Parawatwan i Bhumi Jawadwipa parwa I, sarga 1, gajah perang Purnawarman diberi nama Airawata seperti nama gajah tunggangan Indra. Bahkan diberitakan juga, bendera Kerajaan Tarumanagara berlukiskan rangkaian bunga teratai di atas kepala gajah. Demikian pula mahkota yang dikenakan Purnawarman berukiran sepasang lebah.

Ukiran bendera dan sepasang lebah itu dengan jelas ditatahkan pada prasasti Ciaruteun yang telah memancing perdebatan mengasyikkan di antara para ahli sejarah mengenai makna dan nilai perlambangannya. Ukiran kepala gajah bermahkota teratai ini oleh para ahli diduga sebagai "huruf ikal" yang masih belum terpecahkan bacaaanya sampai sekarang. Demikian pula tentang ukiran sepasang tanda di depan telapak kaki ada yang menduganya sebagai lambang labah-labah, matahari kembar atau kombinasi surya-candra (matahari dan bulan). Keterangan pustaka dari Cirebon tentang bendera Tarumanagara dan ukiran sepasang "bhramara" (lebah) sebagai cap pada mahkota Purnawarman dalam segala "kemudaan" nilainya sebagai sumber sejarah harus diakui kecocokannya dengan lukisan yang terdapat pada prasasti Ciaruteun.

Prasasti lain
Di daerah Bogor, masih ada satu lagi prasasti lainnya yaitu prasasti batu peninggalan Tarumanagara yang terletak di puncak Bukit Koleangkak, Desa Pasir Gintung, Kecamatan Leuwiliang. Pada bukit ini mengalir (sungai) Cikasungka. Prasasti inipun berukiran sepasang telapak kaki dan diberi keterangan berbentuk puisi dua baris:

shriman data kertajnyo narapatir - asamo yah pura tarumayam nama shri purnnavarmma pracurarupucara fedyavikyatavammo tasyedam - padavimbadavyam arnagarotsadane nitya-dksham bhaktanam yangdripanam - bhavati sukhahakaram shalyabhutam ripunam.

Terjemahannya menurut Vogel:

Yang termashur serta setia kepada tugasnya ialah raja yang tiada taranya bernama Sri Purnawarman yang memerintah Taruma serta baju perisainya tidak dapat ditembus oleh panah musuh-musuhnya; kepunyaannyalah kedua jejak telapak kaki ini, yang selalu berhasil menghancurkan benteng musuh, yang selalu menghadiahkan jamuan kehormatan (kepada mereka yang setia kepadanya), tetapi merupakan duri bagi musuh-musuhnya.

Museum


Kota Bogor mempunyai beberapa museum yang menarik dan layak untuk dikunjungi, bukan saja oleh pengunjung yang berasal dari luar Bogor, namun juga bagi penduduk kota Bogor sendiri.

Museum Zoologi Jl.Ir.H.Juanda No.9 Bogor
Museum Perjuangan Jl.Merdeka No.56 Bogor
Museum Etnobotani Jl.Ir.H.Juanda No. 24 Bogor
Museum Tanah Jl.Ir.H.Juanda No.98 Bogor
Museum Peta Jl.Jend.Sudirman No.35 BogoKetikan Berikutnya

Sejarah Bogor


PRASASTI BATUTULIS

Prasasti Batutulis geus dialihaksarakeun ku sababaraha urang ahli, di antarana Friederich (1853), Holle (1869), Pleyte (1911), Purbacaraka (1921), jeung Noorduyn (1957). Ku Saléh Danasasmita, alihaksarana téh kieu,
0 0 wang na pun ini sakakala, prebu ratu purané pun, diwastu
diya wingaran prebu guru déwataprana diwastu diya dingaran sri
baduga maharaja ratu haji di pakwan pajajaran sri sang ratu dé-
wata pun ya nu nyusuk na pakwan diya anak rahyang nis-
kala sa(ng) sida-mokta di gunatiga i(n)cu rahyang niskala wastu
ka(n)cana sa(ng), sida-mokta ka nusalara(ng), ya siya nu nyiyan sakaka-
la gugunungan ngabalay nyiyan samida, nyiyan sanghyang talaga
rena mahawijaya, ya siya pun 0 0 i saka, panca panda-
wa '(m)ban bumi 0 0

Pakuan Pajajaran atau Pakuan (Pakwan) atau Pajajaran adalah pusat pemerintahan Kerajaan Sunda, sebuah kerajaan yang selama beberapa abad (abad ke-7 hingga abad ke-16) pernah berdiri di wilayah barat pulau Jawa. Lokasi Pakuan Pajajaran berada di wilayah Bogor, Jawa Barat sekarang.Daftar isi [sembunyikan]

1 Pengantar
2 Lokasi Pakuan
2.1 Naskah kuno
2.2 Berita-berita VOC
2.2.1 Laporan Scipio
2.2.2 Laporan Adolf Winkler (1690)
2.2.3 Laporan Abraham van Riebeeck (1703, 1704, 1709)
2.3 Hasil Penelitian
3 Pemerintahan di Pakuan Pajajaran

PENGANTAR

Hampir secara umum penduduk Bogor mempunyai keyakinan bahwa Kota Bogor mempunyai hubungan lokatif dengan Kota Pakuan, ibukota Pajajaran. Asal-usul dan arti Pakuan terdapat dalam berbagai sumber. Di bawah ini adalah hasil penelusuran dari sumber-sumber tersebut berdasarkan urutan waktu:
Naskah Carita Waruga Guru (1750-an). Dalam naskah berbahasa Sunda Kuna ini diterangkan bahwa nama Pakuan Pajajaran didasarkan bahwa di lokasi tersebut banyak terdapat pohon Pakujajar.
K.F. Holle (1869). Dalam tulisan berjudul De Batoe Toelis te Buitenzorg (Batutulis di Bogor), Holle menyebutkan bahwa di dekat Kota Bogor terdapat kampung bernama Cipaku, beserta sungai yang memiliki nama yang sama. Di sana banyak ditemukan pohon paku. Jadi menurut Holle, nama Pakuan ada kaitannya dengan kehadiran Cipaku dan pohon paku. Pakuan Pajajaran berarti pohon paku yang berjajar ("op rijen staande pakoe bomen").
G.P. Rouffaer (1919) dalam Encyclopedie van Niederlandsch Indie edisi Stibbe tahun 1919. Pakuan mengandung pengertian "paku", akan tetapi harus diartikan "paku jagat" (spijker der wereld) yang melambangkan pribadi raja seperti pada gelar Paku Buwono dan Paku Alam. "Pakuan" menurut Fouffaer setara dengan "Maharaja". Kata "Pajajaran" diartikan sebagai "berdiri sejajar" atau "imbangan" (evenknie). Yang dimaksudkan Rouffaer adalah berdiri sejajar atau seimbang dengan Majapahit. Sekalipun Rouffaer tidak merangkumkan arti Pakuan Pajajaran, namun dari uraiannya dapat disimpulkan bahwa Pakuan Pajajaran menurut pendapatnya berarti "Maharaja yang berdiri sejajar atau seimbang dengan (Maharaja) Majapahit". Ia sependapat dengan Hoesein Djajaningrat (1913) bahwa Pakuan Pajajaran didirikan tahun 1433.
R. Ng. Poerbatjaraka (1921). Dalam tulisan De Batoe-Toelis bij Buitenzorg (Batutulis dekat Bogor) ia menjelaskan bahwa kata "Pakuan" mestinya berasal dari bahasa Jawa kuno "pakwwan" yang kemudian dieja "pakwan" (satu "w", ini tertulis pada Prasasti Batutulis). Dalam lidah orang Sunda kata itu akan diucapkan "pakuan". Kata "pakwan" berarti kemah atau istana. Jadi, Pakuan Pajajaran, menurut Poerbatjaraka, berarti "istana yang berjajar"(aanrijen staande hoven).
H. Ten Dam (1957). Sebagai Insinyur Pertanian, Ten Dam ingin meneliti kehidupan sosial-ekonomi petani Jawa Barat dengan pendekatan awal segi perkembangan sejarah. Dalam tulisannya, Verkenningen Rondom Padjadjaran (Pengenalan sekitar Pajajaran), pengertian "Pakuan" ada hubungannya dengan "lingga" (tonggak) batu yang terpancang di sebelah prasasti Batutulis sebagai tanda kekuasaan. Ia mengingatkan bahwa dalam Carita Parahyangan disebut-sebut tokoh Sang Haluwesi dan Sang Susuktunggal yang dianggapnya masih mempunyai pengertian "paku".
Ia berpendapat bahwa "pakuan" bukanlah nama, melainkan kata benda umum yang berarti ibukota (hoffstad) yang harus dibedakan dari keraton. Kata "pajajaran" ditinjaunya berdasarkan keadaan topografi. Ia merujuk laporan Kapiten Wikler (1690) yang memberitakan bahwa ia melintasi istana Pakuan di Pajajaran yang terletak antara Sungai Besar dengan Sungai Tanggerang (disebut juga Ciliwung dan Cisadane). Ten Dam menarik kesimpulan bahwa nama "Pajajaran" muncul karena untuk beberapa kilometer Ciliwung dan Cisadane mengalir sejajar. Jadi, Pakuan Pajajaran dalam pengertian Ten Dam adalah Pakuan di Pajajaran atau "Dayeuh Pajajaran".
Sebutan "Pakuan", "Pajajaran", dan "Pakuan Pajajaran" dapat ditemukan dalam Prasasti Batutulis (nomor 1 & 2) sedangkan nomor 3 bisa dijumpai pada Prasasti Kebantenan di Bekasi.
Dalam naskah Carita Parahiyangan ada kalimat berbunyi "Sang Susuktunggal, inyana nu nyieunna palangka Sriman Sriwacana Sri Baduga Maharajadiraja Ratu Haji di Pakwan Pajajaran nu mikadatwan Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati, inyana pakwan Sanghiyang Sri Ratu Dewata" (Sang Susuktunggal, dialah yang membuat tahta Sriman Sriwacana (untuk) Sri Baduga Maharaja Ratu Penguasa di Pakuan Pajajaran yang bersemayam di keraton Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati, yaitu pakuan Sanghiyang Sri Ratu Dewata).
Sanghiyang Sri Ratu Dewata adalah gelar lain untuk Sri Baduga. Jadi yang disebut "pakuan" itu adalah "kadaton" yang bernama Sri Bima dan seterunya. "Pakuan" adalah tempat tinggal untuk raja, biasa disebut keraton, kedaton atau istana. Jadi tafsiran Poerbatjaraka lah yang sejalan dengan arti yang dimaksud dalam Carita Parahiyangan, yaitu "istana yang berjajar". Tafsiran tersebut lebih mendekati lagi bila dilihat nama istana yang cukup panjang tetapi terdiri atas nama-nama yang berdiri sendiri. Diperkirakan ada lima (5) bangunan keraton yang masing-masing bernama: Bima, Punta, Narayana, Madura dan Suradipati. Inilah mungkin yang biasa disebut dalam peristilahan klasik "panca persada" (lima keraton). Suradipati adalah nama keraton induk. Hal ini dapat dibandingkan dengan nama-nama keraton lain, yaitu Surawisesa di Kawali, Surasowan di Banten dan Surakarta di Jayakarta pada masa silam.
Karena nama yang panjang itulah mungkin orang lebih senang meringkasnya, Pakuan Pajajaran atau Pakuan atau Pajajaran. Nama keraton dapat meluas menjadi nama ibukota dan akhirnya menjadi nama negara. Contohnya : Nama keraton Surakarta Hadiningrat dan Ngayogyakarta Hadiningrat, yang meluas menjadi nama ibukota dan nama daerah. Ngayogyakarta Hadiningrat dalam bahasa sehari-hari cukup disebut Yogya.
Pendapat Ten Dam (Pakuan = ibukota ) benar dalam penggunaan, tetapi salah dari segi semantik. Dalam laporan Tome Pires (1513) disebutkan bahwa bahwa ibukota kerajaan Sunda itu bernama "Dayo" (dayeuh) dan terletak di daerah pegunungan, dua hari perjalanan dari pelabuhan Kalapa di muara Ciliwung. Nama "Dayo" didengarnya dari penduduk atau pembesar Pelabuhan Kalapa. Jadi jelas, orang Pelabuhan Kalapa menggunakan kata "dayeuh" (bukan "pakuan") bila bermaksud menyebut ibukota. Dalam percakapan sehari-hari, digunakan kata "dayeuh", sedangkan dalam kesusastraan digunakan "pakuan" untuk menyebut ibukota kerajaan.
Untuk praktisnya, dalam tulisan berikut digunakan "Pakuan" untuk nama ibukota dan "Pajajaran" untuk nama negara, seperti kebiasaan masyarakat Jawa Barat sekarang ini.

LOKASI KUNO

NASKAH KUNO

Dalam kropak (tulisan dari daun lontar atau daun nipah yang diberi nomor 406 di museum pusat terdapat petunjuk yang mengarah kepada lokasi Pakuan.. Kropak 406 sebagian telah diterbitkan (biasa tulisan dari daun lontar tulisan dari daun lontar atau daun nipah yang diberi daun nipah yang diberi nomor 406 di Museum Pusat ontar atau daun nipah yang diberi nomor 406 di Mueseum Pusat terdapat petunjuk yang mengarah kepada lokasi Pakuan. Kropak 406 sebagian telah diterbitkan khusus dengan nama Carita Parahiyangan. Dalam bagian yang belum diterbitkan (biasa disebut fragmen K 406) terdapat keterangan mengenai kisah pendirian keraton Sri Bima, Punta, Narayana Madura Suradipati:
"Di inya urut kadatwan, ku Bujangga Sedamanah ngaran Sri Kadatwan Bima Punta Narayana Madura Suradipati. Anggeus ta tuluy diprebolta ku Maharaja Tarusbawa deung Bujangga Sedamanah. Disiar ka hulu Ci Pakancilan. Katimu Bagawat Sunda Mayajati. Ku Bujangga Sedamanah dibaan ka hareupeun Maharaja Tarusbawa."
(Di sanalah bekas keraton yang oleh Bujangga Sedamanah diberi nama Sri Kadatuan Bima Punta Narayana Madura Suradipati. Setelah selesai [dibangun] lalu diberkati oleh Maharaja Tarusbawa dan Bujangga Sedamanah. Dicari ke hulu Ci Pakancilan. Ditemukanlah Bagawat Sunda Majayati. Oleh Bujangga Sedamanah dibawa ke hadapan Maharaja Tarusbawa).
Dari sumber kuno itu dapat diketahui bahwa letak kraton diketaui bhawa Dari sumber kuno itu dapat diketahui bahwa letak kraton tidak akan terlalu jauh dari hulu Ci Pakancilan. Hulu Sungai ini terletak di dekat lokasi kampung lawang Dari sumber kuno itu dapat diketahui bahwa letak keraton tidak akan terlalu jauh dari "hulu Ci Pakancilan". Hulu sungai ini terletak di dekat lokasi kampung Lawanggintung yang sekarang, sebab ke bagian hulu sungai ini disebut Ciawi. Dari naskah itu pula kita mengetahui bahwa sejak jaman Pajajaran sungai itu sudah bernama Ci Pakancilan. Hanyalah juru pantun kemudian menerjemahkannya menjadi Ci Peucang. Dalam bahasa Sunda Kuna dan Jawa Kuna kata "kancil" memang berarti "peucang".

BERITA-BERITA VOC

Laporan tertulis pertama mengenai lokasi Pakuan diperoleh dari catatan perjalan ekspedisi pasukan VOC ("Verenigde Oost Indische Compagnie"/Perserikatan Kumpeni Hindia Timur) yang oleh bangsa kita lumrah disebut Kumpeni. Karena Inggris pun memiliki perserikatan yang serupa dengan nama EIC ("East India Company"), maka VOC sering disebut Kumpeni Belanda dan EIC disebut Kumpeni Inggris.
Setelah mencapai persetujuan dengan Cirebon (1681), Kumpeni Belanda menandatangani persetujuan dengan Banten (1684). Dalam persetujuan itu ditetapkan Cisadane menjadi batas kedua belah pihak.

LAPORAN SCIPIO

Dua catatan penting dari ekspedisi Scipio adalah:
Catatan perjalanan antara Parung Angsana (Tanah Baru) menuju Cipaku dengan melalui Tajur, kira-kira lokasi Pabrik "Unitex" sekarang. Catatannya adalah sbb.: "Jalan dan lahan antara Parung Angsana dengan Cipaku adalah lahan yang bersih dan di sana banyak sekali pohon buah-buahan, tampaknya pernah dihuni".
Lukisan jalan setelah ia melintasi Ciliwung. Ia mencatat "Melewati dua buah jalan dengan pohon buah-buahan yang berderet lurus dan 3 buah runtuhan parit". Dari anggota pasukannya, Scipio memperoleh penerangan bahwa semua itu peninggalan dari Raja Pajajaran.
Dari perjalanannya disimpulkan bahwa jejak Pajajaran yang masih bisa memberikan "kesan wajah" kerajaan hanyalah "Situs Batutulis".
Penemuan Scipio segera dilaporkan oleh Gubernur Jenderal Joanes Camphuijs kepada atasannya di Belanda. Dalam laporan yang ditulis tanggal 23 Desember 1687, ia memberitakan bahwa menurut kepercayaan penduduk, "dat hetselve paleijs en specialijck de verheven zitplaets van den getal tijgers bewaakt ent bewaart wort" (bahwa istana tersebut terutama sekali tempat duduk yang ditinggikan untuk raja "Jawa" Pajajaran sekarang masih berkabut dan dijaga serta dirawat oleh sejumlah besar harimau).
Rupanya laporan penduduk Parung Angsana ada hubungannya dengan seorang anggota ekspedisi yang diterkam harimau di dekat Cisadane pada malam tanggal 28 Agustus 1687. Diperkirakan Situs Batutulis pernah menjadi sarang harimau dan ini telah menumbuhkan khayalan adanya hubungan antara Pajajaran yang sirna dengan keberadaan harimau.

LAPORAN ADOLF WINKLER(1690)

Laporan Scipio menggugah para pimpinan Kumpeni Belanda. Tiga tahun kemudian dibentuk kembali team ekspedisi dipimpin oleh Kapiten Winkler. Pasukan Winkler terdiri dari 16 orang kulit putih dan 26 orang Makasar serta seorang ahli ukur.
Perjalanan ringkas ekspedisi Winkler adalah sebagai berikut :
Seperti Scipio, Winkler bertolak dari Kedung Halang lewat Parung Angsana (Tanah Baru) lalu ke selatan. Ia melewati jalan besar yang oleh Scipio disebut "twee lanen". Hal ini tidak bertentangan Scipio. Winkler menyebutkan jalan tersebut sejajar dengan aliran Ciliwung lalu membentuk siku-siku. Karena itu ia hanya mencatat satu jalan. Scipio menganggap jalan yang berbelok tajam ini sebagai dua jalan yang bertemu.
Setelah melewati sungai Jambuluwuk (Cibalok) dan melintasi "parit Pakuan yang dalam dan berdinding tegak ("de diepe dwarsgragt van Pakowang") yang tepinya membentang ke arah Ciliwung dan sampai ke jalan menuju arah tenggara 20 menit setelah arca. Sepuluh menit kemudian (pukul 10.54) sampai di lokasi kampung Tajur Agung (waktu itu sudah tidak ada). Satu menit kemudian, ia sampai ke pangkal jalan durian yang panjangnya hanya 2 menit perjalanan dengan berkuda santai.
Bila kembali ke catatan Scipio yang mengatakan bahwa jalan dan lahan antara Parung AngsanaBila kembali ke catatan Scipio yang mengatakan bahwa jalan dan lahan antara Parung Angsana dengan Cipaku itu bersih dan di mana-mana penuh dengan pohon buah-buhan, maka dapat disimpulkan bahwa kompleks "Unitex" itu pada jaman Pajajaran merupakan "Kebun Kerajaan". Tajur adalah kata Sunda kuno yang berarti "tanam, tanaman atau kebun". Tajur Agung sama artinya dengan "Kebon Gede atau Kebun Raya". Sebagai kebun kerajaan, Tajur Agung menjadi tempat bercengkerama keluarga kerajaan. Karena itu pula penggal jalan pada bagian ini ditanami pohon durian pada kedua sisinya.Dari Tajur Agung Winkler menuju ke daerah Batutulis menempuh jalan yang kelak (1709) dilalui Van Riebeeck dari arah berlawanan. Jalan ini menuju ke gerbang kota (lokasi dekat pabrik paku "Tulus Rejo" sekarang). Di situlah letak Kampung Lawang Gintung pertama sebelum pindah ke "Sekip" dan kemudian lokasi sekarang (bernama tetap Lawang Gintung). Jadi gerbang Pakuan pada sisi ini ada pada penggal jalan di Bantar Peuteuy (depan kompleks perumahan LIPI). Dulu di sana ada pohon Gintung.
Di Batutulis Winkler menemukan lantai atau jalan berbatu yang sangat rapi. Menurut penjelasan para pengantarnya, di situlah letak istana kerajaan ("het conincklijke huijs soude daerontrent gestaen hebben"). Setelah diukur, lantai itu membentang ke arah paseban tua. Di sana ditemukan tujuh (7) batang pohon beringin.
Di dekat jalan tersebut Winkler menemukan sebuah batu besar yang dibentuk secara indah. Jalan berbatu itu terletak sebelum Winkler tiba di situs Bautulis, dan karena dari batu bertulis perjalanan dilanjutkan ke tempat arca ("Purwa Galih"), maka lokasi jalan itu harus terletak di bagian utara tempat batu bertulis (prasasti). Antara jalan berbatu dengan batu besar yang indah dihubungkan oleh "Gang Amil". Lahan di bagian utara Gang Amil ini bersambung dengan Bale Kambang (rumah terapung). Bale kambang ini adalah untuk bercengkrama raja. Contoh bale kambang yang masih utuh adalah seperti yang terdapat di bekas Pusat Kerajaan Klungkung di Bali.
Dengan indikasi tersebut, lokasi keraton Pajajaran mesti terletak pada lahan yang dibatasi Jalan Batutulis (sisi barat), Gang Amil (sisi selatan), bekas parit yang sekarang dijadikan perumahan (sisi timur) dan "benteng batu" yang ditemukan Scipio sebelum sampai di tempat prasasti (sisi utara). Balekambang terletak di sebelah utara (luar) benteng itu. Pohon beringinnya mestinya berada dekat gerbang Pakuan di lokasi jembatan Bondongan sekarang.
Dari Gang Amil, Winkler memasuki tempat batu bertulis. Ia memberitakan bahwa "Istana Pakuan" itu dikeliligi oleh dinding dan di dalamnya ada sebuah batu berisi tulisan sebanyak 8 1/2 baris (Ia menyebut demikian karena baris ke-9 hanya berisi 6 huruf dan sepasang tanda penutup).
Yang penting adalah untuk kedua batu itu Winkler menggunakan kata "stond" (berdiri). Jadi setelah terlantar selama kira-kira 110 th (sejak Pajajaran burak, bubar atau hancur, oleh pasukan Banten th 1579), batu-batu itu masih berdiri, masih tetap pada posisi semula.
Dari tempat prasasti, Winkler menuju ke tempat arca (umum disebut Purwakalih, 1911 Pleyte masih mencatat nama Purwa Galih). Di sana terdapat tiga buah patung yang menurut informan Pleyte adalah patung Purwa Galih, Gelap Nyawang dan Kidang Pananjung. Nama trio ini terdapat dalam Babad Pajajaran yang ditulis di Sumedang (1816) pada masa bupati Pangeran Kornel, kemudian disadur dalam bentuk pupuh 1862. Penyadur naskah babad mengetahui beberapa ciri bekas pusat kerajaan seperti juga penduduk Parung Angsana dalam tahun 1687 mengetahui hubungan antara "Kabuyutan" Batutulis dengan kerajaan Pajajaran dan Prabu Siliwangi. Menurut babad ini, "pohon campaka warna" (sekarang tinggal tunggulnya) terletak tidak jauh dari alun-alun.

LAPORAN ABRAHAM VAN RIEBEECK(1703,1704,1709)

Abraham adalah putera Joan van Riebeeck pendiri Cape Town di Afrika Selatan. Penjelajahannya di daerah Bogor dan sekitarnya dilakukan dalam kedudukan sebagai pegawai tinggi VOC. Dua kali sebagai Inspektur Jenderal dan sekali sebagai Gubernur Jenderal. Kunjungan ke Pakuan tahun 1703 disertai pula oleh istrinya yang digotong dengan tandu.
Rute perjalanan tahun 1703: Benteng - Cililitan - Tanjung - Serengseng - Pondok Cina - Depok - Pondok Pucug (Citayam) - Bojong Manggis (dekat Bojong Gede) - Kedung Halang - Parung Angsana (Tanah Baru).
Rute perjalanan tahun 1704: Benteng - Tanah Abang - Karet - Ragunan - Serengseng - Pondok Cina dan seterusnya sama dengan rute 1703.
Rute perjalanan tahun 1709: Benteng - Tanah Abang - Karet - Serengseng - Pondok Pucung - Bojong Manggis - Pager Wesi - Kedung Badak - Panaragan.
Berbeda dengan Scipio dan Winkler, van Riebeeck selalu datang dari arah Empang. Karena itu ia dapat mengetahui bahwa Pakuan terletak pada sebuah dataran tinggi. Hal ini tidak akan tampak oleh mereka yang memasuki Batutulis dari arah Tajur. Yang khusus dari laporan Van Riebeeck adalah ia selalu menulis tentang "de toegang" (jalan masuk) atau "de opgang" (jalan naik) ke Pakuan.

BEBERAPA HAL YANG DAPAT DIUNGKAPKAN DARI KETIGA PERJALANAN VAN RIEBEECK ADALAH:

Alun-alun Empang ternyata bekas alun-alun luar pada zaman Pakuan yang dipisahkan dari benteng Pakuan dengan sebuah parit yang dalam (sekarang parit ini membentang dari Kampung Lolongok sampai Ci Pakancilan).
Tanjakan Bondongan yang sekarang, pada jaman Pakuan merupakan jalan masuk yang sempit dan mendaki sehingga hanya dapat dilalui seorang penunggang kuda atau dua orang berjalan kaki.
Tanah rendah di kedua tepi tanjakan Bondongan dahulu adalah parit-bawah yang terjal dan dasarnya bersambung kepada kaki benteng Pakuan. Jembatan Bondongan yang sekarang dahulunya merupakan pintu gerbang kota.
Di belakang benteng Pakuan pada bagian ini terdapat parit atas yang melingkari pinggir kota Pakuan pada sisi Ci Sadane.
Pada kunjungan tahun 1704, di seberang "jalan" sebelah barat tempat patung "Purwa Galih" ia telah mendirikan pondok peristirahatan ("somerhuijsje") bernama "Batutulis". Nama ini kemudian melekat menjadi nama tempat di daerah sekitar prasasti tersebut.

HASIL PENELITIAN

Prasasti Batutulis sudah mulai diteliti sejak tahun 1806 dengan pembuatan "cetakan tangan" untuk Universitas Leiden (Belanda). Upaya pembacaan pertama dilakukan oleh Friederich tahun 1853. Sampai tahun 1921 telah ada empat orang ahli yang meneliti isinya. Akan tetapi, hanya C.M. Pleyte yang mencurahkan pada lokasi Pakuan, yang lain hanya mendalami isi prasasti itu.
Hasil penelitian Pleyte dipublikasikan tahun 1911 (penelitiannya sendiri berlangsung tahun 1903). Dalam tulisannya, Het Jaartal op en Batoe-Toelis nabij Buitenzorg atau "Angka tahun pada Batutulis di dekat Bogor", Pleyte menjelaskan,
"Waar alle legenden, zoowel als de meer geloofwaardige historische berichten, het huidige dorpje Batoe-Toelis, als plaats waar eenmal Padjadjaran's koningsburcht stond, aanwijzen, kwam het er aleen nog op aan. Naar eenige preciseering in deze te trachten".
(Dalam hal legenda-legenda dan berita-berita sejarah yang lebih terpercaya, kampung Batutulis yang sekarang terarah sebagai tempat puri kerajaan Pajajaran; masalah yang timbul tinggalah menelusuri letaknya yang tepat).
Sedikit kotradiksi dari Pleyte: meski di awalnya ia menunjuk kampung Batutulis sebagai lokasi keraton, tetapi kemudian ia meluaskan lingkaran lokasinya meliputi seluruh wilayah Kelurahan Batutulis yang sekarang. Pleyte mengidentikkan puri dengan kota kerajaan dan kadatuan Sri Bima Narayana Madura Suradipati dengan Pakuan sebagai kota.
Babad Pajajaran melukiskan bahwa Pakuan terbagi atas "Dalem Kitha" (Jero kuta) dan "Jawi Kitha" (Luar kuta). Pengertian yang tepat adalah "kota dalam" dan "kota luar". Pleyte masih menemukan benteng tanah di daerah Jero Kuta yang membentang ke arah Sukasari pada pertemuan Jalan Siliwangi dengan Jalan Batutulis.
Peneliti lain seperti Ten Dam menduga letak keraton di dekat kampung Lawang Gintung (bekas) Asrama Zeni Angkatan Darat. Suhamir dan Salmun bahkan menunjuk pada lokasi Istana Bogor yang sekarang. Namun pendapat Suhamir dan Salmun kurang ditunjang data kepurbakalaan dan sumber sejarah. Dugaannya hanya didasarkan pada anggapan bahwa "Leuwi Sipatahunan" yang termashur dalam lakon-lakon lama itu terletak pada alur Ci Liwung di dalam Kebun Raya Bogor. Menurut kisah klasik, leuwi (lubuk) itu biasa dipakai bermandi-mandi para puteri penghuni istana. Lalu ditarik logika bahwa letak istana tentu tak jauh dari "Leuwi Sipatahunan" itu.
Pantun Bogor mengarah pada lokasi bekas Asrama Resimen "Cakrabirawa" (Kesatrian) dekat perbatasan kota. Daerah itu dikatakan bekas Tamansari kerajaan bernama "Mila Kencana". Namun hal ini juga kurang ditunjang sumber sejarah yang lebih tua. Selain itu, lokasinya terlalu berdekatan dengan kuta yang kondisi topografinya merupakan titik paling lemah untuk pertahanan Kota Pakuan. Kota Pakuan dikelilingi oleh benteng alam berupa tebing-tebing sungai yang terjal di ketiga sisinya. Hanya bagian tenggara batas kota tersebut berlahan datar. Pada bagian ini pula ditemukan sisa benteng kota yang paling besar. Penduduk Lawanggintung yang diwawancara Pleyte menyebut sisa benteng ini "Kuta Maneuh".
Sebenarnya hampir semua peneliti berpedoman pada laporan Kapiten Winkler (kunjungan ke Batutulis 14 Juni 1690). Kunci laporan Winkler tidak pada sebuah hoff (istana) yang digunakan untuk situs prasasti, melainkan pada kata "paseban" dengan tujuh batang beringin pada lokasi Gang Amil. Sebelum diperbaiki, Gang Amil ini memang bernuansa kuno dan pada pinggir-pinggirnya banyak ditemukan batu-batu bekas "balay" yang lama.
Panelitian lanjutan membuktian bahwa benteng Kota Pakuan meliputi daerah Lawangsaketeng yang pernah dipertanyakan Pleyte. Menurut Coolsma, "Lawang Saketeng" berarti "porte brisee, bewaakte in-en uitgang" (pintu gerbang lipat yang dijaga dalam dan luarnya). Kampung Lawangsaketeng tidak terletak tepat pada bekas lokasi gerbang.
Benteng pada tempat ini terletak pada tepi Kampung Cincaw yang menurun terjal ke ujung lembah Ci Pakancilan, kemudian bersambung dengan tebing Gang Beton di sebelah Bioskop Rangga Gading. Setelah menyilang Jalan Suryakencana, membelok ke tenggara sejajar dengan jalan tersebut. Deretan pertokoan antara Jalan Suryakencana dengan Jalan Roda di bagian ini sampai ke Gardu Tinggi sebenarnya didirikan pada bekas pondasi benteng.
Selanjutnya benteng tersebut mengikuti puncak lembah Ci Liwung. Deretan kios dekat simpangan Jalan Siliwangi - Jalan Batutulis juga didirikan pada bekas fondasi benteng. Di bagian ini benteng tersebut bertemu dengan benteng Kota Dalam yang membentang sampai ke Jero Kuta Wetan dan Dereded. Benteng luar berlanjut sepanjang puncak lereng Ci Liwung melewati kompleks perkantoran PAM, lalu menyilang Jalan Raya Pajajaran, pada perbatasan kota, membelok lurus ke barat daya menembus Jalan Siliwangi (di sini dahulu terdapat gerbang), terus memanjang sampai Kampung Lawang Gintung.
Di Kampung Lawanggintung benteng ini bersambung dengan "benteng alam" yaitu puncak tebing Ci Paku yang curam sampai di lokasi Stasiun Kereta Api Batutulis. Dari sini, batas Kota Pakuan membentang sepanjang jalur rel kereta api sampai di tebing Ci Pakancilan setelah melewati lokasi Jembatan Bondongan. Tebing Ci Pakancilan memisahkan "ujung benteng" dengan "benteng" pada tebing Kampung Cinca

PEMERINTAHAN DI PAKUAN PAJAJARAN

Kejatuhan Prabu Kertabumi (Brawijaya V) Raja Majapahit tahun 1478 telah mempengaruhi jalan sejarah di Jawa Barat. Rombongan pengungsi dari kerabat keraton Majapahit akhirnya ada juga yang sampai di Kawali. Salah seorang diantaranya ialah Raden Baribin saudara seayah Prabu Kertabumi. Ia diterima dengan baik oleh Prabu Dewa Niskala bahkan kemudian dijodohkan dengan Ratna Ayu Kirana (puteri bungsu Dewa Niskala dari salah seorang isterinya), adik Raden Banyak Cakra (Kamandaka) yang telah jadi raja daerah di Pasir Luhur. Disamping itu Dewa Niskala sendiri menikahi salah seorang dari wanita pengungsi yang kebetulan telah bertunangan.
Dalam Carita Parahiyangan disebutkan "estri larangan ti kaluaran". Sejak peristiwa Bubat, kerabat keraton Kawali ditabukan berjodoh dengan kerabat keraton Majapahit. Selain itu, menurut "perundang-undangan" waktu itu, seorang wanita yang bertunangan tidak boleh menikah dengan laki-laki lain kecuali bila tunangannya meninggal dunia atau membatalkan pertunangan.
Dengan demikian, Dewa Niskala telah melanggar dua peraturan sekaligus dan dianggap berdosa besar sebagai raja. Kehebohan pun tak terelakkan. Susuktunggal (Raja Sunda yang juga besan Dewa Niskala) mengancam memutuskan hubungan dengan Kawali. Namun, kericuhan dapat dicegah dengan keputusan, bahwa kedua raja yang berselisih itu bersama-sama mengundurkan diri. Akhirnya Prabu Dewa Niskala menyerahkan Tahta Kerajaan Galuh kepada puteranya Jayadewata. Demikian pula dengan Prabu Susuktungal yang menyerahkan Tahta Kerajaan Sunda kepada menantunya ini (Jayadewata).
Dengan peristiwa yang terjadi tahun 1482 itu, kerajaan warisan Wastu Kencana berada kembali dalam satu tangan. Jayadewata memutuskan untuk berkedudukan di Pakuan sebagai "Susuhunan" karena ia telah lama tinggal di sini menjalankan pemerintahan sehari-hari mewakili mertuanya. Sekali lagi Pakuan menjadi pusat pemerintahan.

Masa Akhir Kerajaan Sunda di Pakuan Pajajaran berlangsung selama 97 tahun, yang secara berturut-turut dipimpin oleh

Sri Baduga Maharaja (1482 - 1521)
Surawisesa (1521 - 1535)
Ratu Dewata (1535 - 1534)
Ratu Sakti (1543 - 1551)
Ratu Nilakendra (1551 - 1567)
Raga Mulya (1567 - 1579)

Prasasti Batutulis terletak di jalan Batutulis, Kelurahan Batutulis, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. Kompleks Prasasti Batutulis memili luas 17 x 15 meter. Batu Prasasti dan benda-benda lain peninggalan kerajaan Pajajaran terdapat dalam komplek ini. Pada batu ini berukir kalimat-kalimat dengan huruf Sunda Kawi.

Interested for our works and services?
Get more of our update !